Selasa, 07 Oktober 2014

Intelegency Pada Manusia





Kompleksitas Pengetahuan Manusia
Pengetahuan merupakan nilai bagi makhluk yang mempunyainya dan merupakan suatu kekayaan dan kesempurnaan.
Pengetahuan kita adalah sekaligus inderawi dan intelektif.

Ia dikatakan inderawi lahir atau luar kalau ia mencapai secara langsung kenyataan yang mengelilingi kita dan dinamakan indrawi batin ketika ia memperlihatkan pada kita apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauan kita.

-Pengetahuan adalah perseptif ketika ia muncul secara spontan, memungkinkan kita untuk menyesuaikan diri kita secara langsung dengan situasi yang ada.
-Pengetahuan adalah reflektif ketika ia membuat objektif kodrat dari manusia realitas 
apa pun juga, dan mengungkapkannya baik dalam bentuk ide, konsep, definisi dan putusan maupun bentuk lambang, mitos atau karya seni.
-Pengetahuan adalah diskursif ketika ia memperhatikan suatu objek dari benda, kemudian suatu aspek yang lain, pergi dan datang dari keseluruhan bagian-bagiannya.
-Pengetahuan adalah induitif ketika ia menangkap atau memahami secara langsung benda atau situasi dalam salah satu aspeknya. Berintiusi biasanya berarti melompat dari suatu unsure atau tanda langsung ke kesimpulan. Langkah-langkah yang harus dilewati berkat refleksi, deduksi dan analisis, antara titik tolak suatu maslah dan pemecahannya, dilompati.
-Pengetahuan adalah induktif ketika ia menarik yang universal dari yang individual. Ia adalah deduktif ketika, sebaliknya, ia menarik yang individual dari yang umum atau universal. Pengetahuan adalah kontemplatif ketika ia mempertimbangkan hal-hal dalam dirinya sendiri dan untuk dirinya sendiri. Pengetahuan adalah spekulatif ketika ia mempertibangkan hal-hal dalam ide-ide atau konsep-konsep tentang hal-hal itu.
-Pengetahuan adalah praktis kalau ia mempertimbangkan hal-hal tentang pengunaannya.
-Pengetahuan juga bersifat sinergis apabila ia menggunakan seluruh keadaan dari subjek (yang sedang mengetahui), keseluruhan yang dikoordinasikan dari anggota-anggotanya. Karena kompleksitas pengetahuan maka tidak baik kalau pengetahuan manusia direduksikan kepada salah satu caranya atau menekankan kepada salah satu caranya.
-Pengetahuan bagi subjek secara hakiki berupa bereksistensinya subjek dalam hubungan dengan sebuah objek, sehingga objek itu dengan eksistensi dan kodratnya, menjadi hadir dan nyata pada subjek.
-Pengetahuan adalah kegiatan yang menjadikan suatu realitas itu, bukan hanya kesadaran yang mengerti kehadiran atau keberadaan hubungan antara subjek dan objek saja.

Arti Pengetahuan
Arti pengetahuan adalah suatu kegiatan yang mempengaruhi subjek (yang mengetahui) dalam dirinya. Pengetahuan adalah suatu ketentuan yang memperkaya dan mengembangkan eksistens. Mengetahui merupakan kegiatan yang menjadikan subjek berkomunikasi secara dinamis dengan eksistensi dan kondrat dari “ada” benda-benda. Pengetahuan dapat dikatakan pula relasional, membahas hubungan yang satu dengan sesuatu yang lain. Pengetahuan bias dikatakan pula trans-subjektif, menjadi kegiatan yang membuat orang keluar dari keterbatasan-keterbatasannya.


Andaikan Pengetahuan Dari Segi Subjek

pengetahuan yang mencampai kesempurnaan dikarakterisasikan oleh hal berikut:
Keterbukaan, dapat menjadi sadar akan eksistensi dan kodrat realitas.
Kemampuan menyambut, objek yang dikenal mempengaruhi eksistensi subjek sendiri dan tinggal dalam bentuk gambar, ingatan dan ide.
Interioritas, adanya tempat dalam si pengenal dalam dirinya, semakin banyak interioritas semakin banyak ia bisa ketahui.
Akar asal semua karakter itu adalah dimensi supramaterial (immaterialitas) si pengenal. Immaterialitas yang dinikmati suatu “pengada” merupakan akar dan ukuran dari pengetahuan yang dikuasainya.
2. Dari Segi Objek
Objek menjadi yang dikenal, dengan menyatakan dirinya pada salah satu pihak membuat kesan (atau mempengaruhi) subjek. Suatu realitas bisa mempengaruhi lainnya, hanya sejauh ia distruktur, ditentukan, sejauh ia mempunyai bentuk yang memberikan kepada fisionomi khasnya sehingga dapat dibedakan dari yang lain.


Apakah yang menyebabkan sesuatu menjadi diketahui, ialah bentuk atau esidosnya ataumorphe (Yunani) , species (Ltn), yang berarti aspek dri satu benda dan apa yang dibentuk oleh benda itu dan apa yang memberikan kepadanya dalam keadaan khas.
Bentuk dari suatu benda menunjukkan kepada kita orientasi, tujuan dan arti benda itu. Dari bentunya benda menerima baik “ada” maupun donamisme dari tujuan khas. Akibatnya mengerti bentuk dalam arti eidos (konsep, gagasan) suatu objek adalah juga menangkap orientasi dan signifikasi, adalah mengerti mengapa dan untuk apa dia dibuat.
Filosuf kontemporer : pengetahuan sebagai tangkapan arti atau signifikansi suatu keadaan, daripada tangkapan bentuknya, keduanya bersamaan saling melengakapi.
Watak kodrati pengetahuan manusia yang paling tinggi, yaitu pengetahuan intelektif, maka perlu dilengkapi dengan “manusia mengerti”.

Bukan Intelegensi Manusia
Pengetahuan manusia adalah sekaligus indrawi dan intelektif. Akulah yang berintelegensi dengan melihat dan yang melihat dengan intelegensi. . Pengetahuan inderawi dan pengetahuan intelektif bersifat sinergis, melebihi secara esensial. Dalam intelegensi, indra adalah penting karena keduanya saling mempengaruhi.
Manusia itu mampu mengenal segala hal bagi dan dalam dirinya dan bukan dalam hubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya yang pribadi dan langsung. Ia berhasil menerangkan hal-hal itu dengan berbagai macam cara dan cara tak terbatas, mengikat tanda kepada tanda dan uraian kepada uraian lain.
Sifak khas dari pancaindera adalah mencapai langsung kualitas ini atau itu dari objek konkret yang sedang ditunjukkan kepadanya, sedangkan sifat dari intelegensi menangkap kodrat objek dan tetap menyimpanya dalam dirinya sehingga dapat dipertimbangkan objek itu bagi dirinya baik objeknya masih ada atau tidak ada.

Perbedaan intelegensi dengan indera batin lainnya disebut sebagai estimasi dan kogitatif.Menangkap sesuatu objek berguna atau merugikan, bila melihat objek itu dengan menangkap tanpa arti fundamental itulah yang dilakukan oleh binatang dan anak kecil,sedangkan menangkap arti fundamentalnya itulah karakteristik intelegensi manusia dewasa.
Inderawi batin adalah ingatan dan imajinasi (daya membayangkan), namun Pancaindera hanya mengambarkan segi-segi material dan konkret serta divisualisasikan.

Perbedaan radikal antara pengetahuan manusia inderawi dengan hewan dalam fakta structural, mengetahuan inderawi manusia lebih diilhami oleh intelegensi sebagai tujuan.
Binatang hanya mampu menerapkan symbol-simbol itu pada situasi-situasi yang mirip dengan situasi semula. Insight yang dapat dilihat seekor Kera sama sekali tergantung pada situasi di mana muncul masalah. Ilmu yang disebut psikologi binatang berbicara tentang practical intelligence yang berkatnya hewan dapat memecahkan beberapa masalah yang melampaui kemampuan naluruinya. Ia tak sampai pada tingkat intelegensi konseptual.

Apa yang Bukan Seluruh Intelegensi Manusia?
Intelegensi tidak bisa diidentikasikan dengan insight, yang terdiri dari apersepsiatau aprehensi tentang apa yang esensial dalam suatu realitas atau yang perlu dalam gejala. Insight bukanlah merupakan keseluruhan kegiatan intelektual. Semua hal itu harus dibuktikan dan diverifikasikan melalui jalan penalaran atau refleksi.
Intelegensi bukan direduksi dengan kecakapan mengukur dan menghitung, intelegensi dan lawan intuisi, dalam arti suatu partisipasi dengan intim makhluk-makhluk, sesungguhnya intelegensi manusia meliputi integensi dan intuisi. Intelegensi tidak dapatdiidentifikasi secara mutlak dengan kemampuan untuk memulihkan keseimbangannya melalui readaptasi diri dengan kenyataan, sebagai warisan bagi semua makhluk hidup dan dimiliki secara maksimal.


Sifat dan Objek Intelegensi Manusia
Intelligere berasal dari kata “intus” berarti dalam. Legere berarti membaca dan menangkap. Sehingga intellegere berarti “membaca “ dimensi dalam segala hal dan menangkap artinya yang dalam. Insight yaitu mengenal sebagai cirri khas dari intelegensi. Menjadi inteligen sesungguhnya berarti menangkap apa yang fundamental pada jenis yang ini atau macam “ada” yang itu (mesin, makhluk hidup, binatang, manusia), berarti menangkap apa yang esensial dari suatu gejala (dari gerhana, daya sentrifugal, pasang surut), melihat apa yang hakiki dalam kegiatan ini atau itu (menahan, mengurangi, mengalihkan dan membagi).

Menurut Decartes bahwa roh justru memungkin untuk mencapai hakiakt sendiri dari realitas, sedangkan panca indera hanya memberitahukan kepada kita yang apa yang berguna atau apa yang merugikan dari hal-hal tersebut.
Menurut Psikologi kontemporer yang tidak memtentangkan intelegensi dengan pancaindera, tetapi membandingkan intelegensi orang dewasa dengan intelegensi anak, intelegensi orang dewasa dapat dikenal dengan objeknya, sedangkan intelegensi anak bersifat egosentris.
Intelek itu mencapai yang universal sedangkan pncaindera menyangkut hal-hal yang individual (Aristoteles).
Intelegensi manusia dewasa terletak pada objektivitasnya, orang dapat melihat hal-hak yang dalam pada dirinya sendiri. Tapi intelegensi bukan sekedar bersifat objektif. Intelegensi dapat mengenal hal-hal sebagaimana mereka ada dalam diri mereka sendiri, karena ia mencapai mereka secra mendalam.

Intelegensi manusia bersifat objektif, mendalam, terstruktur juga mempunyai objek khas dari intelegensi manusia dewasa yang bersifat tak terbatas.
Objek dari intelegensi ialah “ada” yakni segala sesuatu ada, yang pernah ada dan mungkin akan ada baik berupaka kenyataan maupun khalayan atau hanya dikonsepsi saja.

Badan dan Jiwa

Badan dan Jiwa

     Badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang membentuk pribadi manusia. Manusia tidak disebut sebagai manusia kalau ia tidak memiliki jiwa. Demikian juga ia tidak akan disebut sebagai manusia jikalau jiwa tidak ada untuk menjiwainya, dan sebaliknya jiwapun bukan manusia jikalau tanpa badan. Badan dan jiwa adalah satu kesatuan. Kesatuan keduanya menentukan keutuhan pribadi manusia.

     Pada makhluk hidup, tubuh atau badan adalah bagian fisik materi manusia atau hewan, yang dapat dikontraskan dengan roh, sifat, dan tingkah laku. Tentu saja semua orang mengetahui apa yang dimaksud dengan badan. Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, pikiran, emosi (perasaan) dan kehendak. Dengan pikirannya, manusia dapat berpikir. Dengan perasaannya, manusia dapat mengasihi. Dengan kehendaknya, manusia dapat memilih. Kita berbeda dengan hewan, karena kita adalah makhluk hidup yang memiliki roh. Roh sendiri itu adalah prinsip kehidupan manusia.

     Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita harus paham akan badan dan jiwa? Bagaimana peranan badan dan jiwa dalam membentuk eksistensi manusia? Dua pertanyaan ini yang akan menjadi titik utama diskusi dalam paper ini. Pada paper ini saya akan menjelaskan lima bagian. Bagian pertama berisikan tentang dua aliran yang melihat kedudukan badan dan jiwa secara bertolak belakang, yakni monisme dan dualisme. Bagian kedua berisikan tanggapan sekilas terhadap kedua aliran tersebut. Bagian ketiga adalah saya akan menjelaskan hakikat badan manusia. Pada bagian keempat saya akan menjelaskan hakikat jiwa manusia. Bagian kelima merupakan kesimpulan dari semua teori tentang badan dan jiwa.

     Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai badan dan jiwa menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

  Aliran-Aliran

A. Monisme
     Monisme adalah aliran filsafat yang menolak pandangan badan dan jiwa merupakan dua unsur yang terpisah. Aliran ini menyatakan bahwa badan dan jiwa merupakan satu substansi. Keduanya merupakan kesatuan yang membentuk kepribadian manusia. Aliran ini memiliki tiga bentuk, yakni materialism, identitas, dan diealisme. Materialsme adalah teori tertua yang membicarakan hubungan badan dan jiwa, yakni menempatkan materi sebagai dasar bagi segala hal yang ada. Materi meruapakan sumber serta keterangan terdalam bagi bereksistensinya segala sesuatu. Segala hal tergantung pada materi. Bagi penganut aliran ini jiwa tidak memiliki eksistensi sendiri, jiwa bersumber dari materi. Dengan pengakuan seperti ini, eksistensi jiwa tidak bersifat ontologism bagi kaum fisikalisme, melainkan bersifat kronologis.
     Teori identitas menekankan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dinyatakan oelhe penganut materialism, bahkan mengakui apa yang disangkal oleh materialism, yaitu aktivitas mental. Bagi penganut aliran ini pernyataan mental merupaka identitas manusia. Ini membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan demikian bagi penganut teori identitas, letak perbedaan badan dan jiwa hanya pada arti, bukan pada referensi. Dengan kata lain, badan dan jiwa merupakan dua elemen yang sama.
     Teori idealisme mengatakan bahwa kalau penganut materialisme meletakkan dasar segala hal pada materi, maka kaum idealis meletakkannya pada sesuatu di luar materi. Menurut aliran ini ada hal-hal serta gejala yang tidak dapat diterangkan semata berdasarkan materi, seperti pengalaman, nilai, dan makna. Secara positif dapat dikatakan, pengalaman, nilai, dan makna hanya berarti kalau dihubungkan dengan sesuatu yang immaterial. Dan sesuatu yang immaterial itu adalah jiwa.

B. Dualisme
     Dualisme adalah aliran yang mengajarkan padangan yang bertolak belakang dengan monisme. Aliran ini mengafirmasikan dualitas. Artinya, badan dan jiwa merupakan dua elemen yang berbeda dan terpisah. Dan perbedaan keduanya ada dalam pengertian dan objek. Dualisme pada umumnya memiliki 4 cabang, yakni interaksionisme, okkasionalisme, paralelisme, dan epifenomenalisme.
     Interaksionisme memfoksuskan diri pada hubungan timbal balik antara badan dan jiwa.
     Okkasionalisme adalah aliran yang memasukkan dimensi ilahi dalam membicarakan hubungan badan dan jiwa, yakni hubungan antara peristiwa mental dan peristiwa fisik bisa terjadi hanya karena campur tangan Allah.
     Paralelisme adalah aliran yang mensejajarkan kejadian yang ragawi dan yang rohani. Aliran ini menyatakan bahwa kejadian ragawi terdapat di alam, sedangkan kejadian rohani terdapat dalam jiwa manusia.
     Epifenomenalisme adalah aliran yang melihat adanya hubungan badan dan jiwa dari fungsi syaraf. Aliran ini menyatakan bahwa satu-satunya unsur yang kita dapati untuk menyelidiki proses-proses kejiwaan ialah syaraf kita. Proses kejiwaan seperti kesadaran dilihat sebagai nyala yang berasal dari proses-proses syaraf.

Tanggapan Singkat

     Monisme dan dualisme merupakan pandangan yang bertolak belakang. Monisme meletakkan eksistensi manusia hanya pada satu dimensi, yakni dimensi badan atau dimensi jiwa. Sedangkan dualisme melihat masing-masing sebagai unsur berbeda dan terpisah.

     Tanggapan pertama di berikan kepada monoisme, khususnya materialism. Materialism menempatkan materi sebagai seumber satu-satunya. Segala aktivitas manusia merupakan ungkapan dari materi itu sendiri, bahkan aktivitas jiwa pun. Pandangan ini tentu memiliki kelemahan, karena pandangan ini bertentangan dengan hakikat manusia yang sesungguhnya. Bila kita mengacu pada pandangan Plato, jelaslah bahwa badan dan jiwa memiliki sifat yang berbeda, bahwa badan bersifat sementara, namun jiwa bersifat abadi. Jiwa tidak bisa mati, tetapi badan akan mati. Karena itu tidak mungkin sesuatu yang tidak bisa mati bersumber dari sesuatu yang bisa mati. Karena itu mereduksi jiwa pada materi merupakan kekeliruan. Kelemahan lain dari materialism ialah bahwa aliran ini tidak bisa melihat suatu pengalaman bersifat personal. Seperti, rasa sakit saat terluka. Menurut penganut fisikalisme, rasa sakit itu adalah sesuatu yang berlangsung dalam otak sang penderita yang disebabkan luka. Hal itu merupakan suatu keadaan fisik semata di otsk.

     Terhadap pandangan dualism, khususnya paralelisme, keberatan juga dapat diajukan. Klaim paralelisme bahwa badan dan jiwa merupakan dua hal yang terpisah serta memiliki kegiatan masing-masing yang tidak terkait satu sama lain juga sulit diterima. Kalau pandangan ini benar maka akan muncul berbagai pertanyaan seperti, dapatkah diterima bahwa rasa sakit pada gigi seorang karyawan tidak mempengaruhi semangat kerja? Tentu saja rasa sakit gigi yang dialami seorang karyawan akan memperngaruhi semangat kerjanya.
     Dari contoh di atas jelaslah bahwa gagasan paralelisme yang mensejajarkan aktivitas jasmani dan aktivitas rohani begitu saja tidak masuk akal. Badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang membentuk manusia secara utuh. Manusia adalah badan sekaligus rohani. Manusia adalah objek dengan swig rangkap; yaitu segi fisik dan segi mental. Ia adalah makhluk “dwi-segi”. Keakuan manusia justru terjadi karena keduanya menyatu

Badan Manusia

     Badan merupakan bagian elemen mendasar dalam membentuk pribadi manusia. Badan adalah dimensi manusia yang paling nyata. Namun, apa pengertian badan itu sendiri? Bagaimana badan berperan sebagai wujud dari eksistensi manusia? Di mana letak perbedaan antara badan manusia dengan badan makhluk hidup yang lain?

     Dalam pandangan tradisional, badan hanya dilihat sebagai kumpulan berbagai material yang membentuk suatu makhluk. Mekanisme biologis yang bersifat sebab-akibat menjadi ide utama dalam pendekatan ini. Dalam pandangan ini seluruh mekanisme gerakan badan bersifat mekanistik. B.F. Skinner (1904-1990) termasuk orang yang mengakui pandangan seperti itu. Ia mengidentifikkan seluruh gerakan badan manusia dengan mesin, yang seluruh aktivitasnya terjadi karena adanya hubungan sebab-akibat terssbut.

     Namun pandangan Skinner di ats bersifat deterministic dan tidak memberikan paham yang memadai tentang keutuhan pribadi manusia. Karena itu badan harus dimengerti melebihi dimensi fisik, yaitu seluruh proses yang terjadi di dalamnya. Badan manusai tidak hanya sekedar tubuh yang nyata, dan juga bukan hanya merupakan kumpulan organ-organ tubuh. Badan menyangkut keakuan. Karena itu Gabriel Marcel (1889-1973) sangat tepat ketika mengatakan bahwa, “membicarakan tubuh sama dengan membicarakan diri.”

     Melalui aktivitas badan sesorang memperkenalkan diri pada orang lain, dan demikian sebaliknya. Itu sebabnya, ketika seseorang berjumpa dengan orang lain dalam sebuah pertemuan, ia tidak hanya bertemu dengan orang lain, tetapi bertemu juga dengan dirinya. Ia memang menatap matanya, mendengar suaranya, melihat gerakan tangannya saat bebricara. Tetapi semua aktivitas badani ini tidak bersifat lahiriah belaka, melainkan menyatakan sesuatu mendasar dari orang yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan fisik itu mengungkapkan subjektivitas. Melihat hal ini Martin Buber (1878-1965) beralasan untuk mengatakan bahwa pertemuan antarmanusia merupakan pertemuan Aku-Engkau. Tetapi badan tidak  berfungsi sampai disitu. Badan juga menghadirkan dunia bagi manusia dan sebaliknya. Jadi, melalui badan manusia mengarahkan diri pada dunia dan memanifestasikan diri sendiri terhadap orang lain. Melalui badan manusia mengabdikan miliknya untuk membangun dunia.
     Dari uraian diatas jelaslah bahwa pengertian badan lebih luas daripada sekedar fisik, yakni seluruh proses entitas actual yang membentuk satu kepribadian manusia. Dengan demikian hakikat badan bukan pertama-tama terletak pada dimensi materialnya, melainkan dalam seluruh aktivitas yang terjadi di dalam badan. Semua aktivitas ini merupakan satu kesatuan yang membentuk jati diri manusia.

Jiwa Manusia
     Badan manusia tak memiliki arti apa-apa tanpa jiwa. Juga tidak ada kelakuan manusia kalau ia dilepaskan dari jiwanya. Itu berarti jiwa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perwujudan jati diri manusia sebagai subjek. Bagaimana kita mengerti jiwa? Apa saja kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh jiwa? Bagaimana jiwa dapat membentuk jati diri manusia?
     Dalam pandangan masyarakat tradisional jiwa diyakini sebagai makhluk halus, atau kekuatan halus, bahkan sebagai tubuh yang tidak dapat ditangkap oleh indera. Pengertian ini tidak mengungkapkan eksistensi manusia yang sebenarnya. Konsep seperti inilah yang meletakkan jiwa di luar hakikat manusia. Mari kita meninggalkan pengertian tradisional ini!
     Badan kita pahami sebagai seluruh aktivitas kompleks kegiatan fisik, demikian juga jiwa harus dipahami sebagai kompleksitas kegiatan mental manusia. Jiwa menyadarkan manusia akan siapa dirinya, menentukan perbuatanya dan menyadarkannya akan eksistensinya di tengah dunia. Dengan kata lain bahwa jiwa menjadi penggerak seluruh aktivitas fisik manusia. Intinya, aktivitas fisik tidak bisa berjalan tanpa jiwa.
     Apa sajakah kemampuan yang dimiliki oleh jiwa? James B. Pratt (1875-1944) menunjukkan bahwa ada 4 kemampuan mendasar yang dimiliki oleh jiwa, yaitu:
1. Kemampuan untuk menghasilkan kualitas-kualitas penginderaan. Bahwa kita bisa merasakan manisnya gula, kita bisa merasakan panasnya matahari, kita bisa merasakan kerasnya aspal.
2. Kemampuan menghasilkan makna yang berasal dari penginderaan khusus. Menurut Pratt, ada orang yang memiliki penginderaan khusus, seperti teleapti. Penginderaan khusus itu memampukan seseorang untuk bisa merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain dari kejauhan.
3. Kemampuan memberikan tanggapan terhadap hasil-hasil penginderaan dan makna dengan jalan merasakan, berkehendak atau berusaha. Kalau Anda jalan-jalan lalu melihat orang miskin tertidur di jalan raya, dalam diri Anda pasti ada perasaan kasihan.
4. Kemampuan memberikan tanggapan terhadap proses-proses yang terjadi dalam pikiran demi kebaikan. Dalam diri manusia pasti ada keinginan, tetapi tidak semua keinginan baik. Jiwa menggerakkan untuk meninggalakan keinginan yang tidak baik. Dalam arti ini jiwa memiliki fungsi moral.
   
      Apa yang dikatakan Pratt tentang fungsi moral jiwa sebenarnya tidak jauh dari apa yang dikatakan oleh Santo Agustinus (354-430). Menurut Agustinus, manusia hanya bisa melakukan penilaian terhadap tindakannya karena dorongan dari jiwa. Bahkan eksistensi jiwa justru terungkap pada pengetahuan apa yang baik dan apa yang buruk itu.
     Kehendak merupakan aktivitas jiwa yang membuat manusia mewujudkan keinginannya. Kehendak selalu menyertai empat dorongan hati manusia, yaitu keinginan, ketakutan, dukacita, dan sukacita. Akan tetapi bagi Agustinus, manusia tidak hanya terdiri atas dorongan untuk memenuhi keinginannya, tetapi ia juga memiliki dorongan melakukan sesuatu yang lebih luhur,dorongan itu adalah cinta.
     Dari uraian diatas jelas bahwa jiwa bukanlah makhluk halus, melainkan jiwa itu adalah hidup manusia itu sendiri. Jiwa merupakan penggerak aktivitas manusia. Karena jiwa dapat merasakan sakit dalam tubuhnya, dan dapat menyadari serta menilai perbuatannya. Semua kemampuan jiwa yang diperlihatkan oleh dua tokoh di atas menunjukkan bahwa jiwa memiliki peran vital bagi kehidupan manusia. Tanpa kehadiran jiwa, manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena itulah Pratt berkata bahwa, “Jiwa adalah aku. Ia mempunyai cita-cita serta tujuan, mempunyai kehendak, yang menderita, yang berusaha, dan yang mengetahui. Aku bisa tetap bertahan dalam menghadapi perubahan-perubahan dan tetap bersifat unik justru karena jiwa. Ia sadar akan waktunya, mempersatukan masa kini, masa lalu, serta melakukan pencerapan, mengingat, merasakan serta berpikir.”