Selasa, 07 Oktober 2014

Intelegency Pada Manusia





Kompleksitas Pengetahuan Manusia
Pengetahuan merupakan nilai bagi makhluk yang mempunyainya dan merupakan suatu kekayaan dan kesempurnaan.
Pengetahuan kita adalah sekaligus inderawi dan intelektif.

Ia dikatakan inderawi lahir atau luar kalau ia mencapai secara langsung kenyataan yang mengelilingi kita dan dinamakan indrawi batin ketika ia memperlihatkan pada kita apa yang tidak ada lagi atau yang belum pernah ada maupun yang terdapat di luar jangkauan kita.

-Pengetahuan adalah perseptif ketika ia muncul secara spontan, memungkinkan kita untuk menyesuaikan diri kita secara langsung dengan situasi yang ada.
-Pengetahuan adalah reflektif ketika ia membuat objektif kodrat dari manusia realitas 
apa pun juga, dan mengungkapkannya baik dalam bentuk ide, konsep, definisi dan putusan maupun bentuk lambang, mitos atau karya seni.
-Pengetahuan adalah diskursif ketika ia memperhatikan suatu objek dari benda, kemudian suatu aspek yang lain, pergi dan datang dari keseluruhan bagian-bagiannya.
-Pengetahuan adalah induitif ketika ia menangkap atau memahami secara langsung benda atau situasi dalam salah satu aspeknya. Berintiusi biasanya berarti melompat dari suatu unsure atau tanda langsung ke kesimpulan. Langkah-langkah yang harus dilewati berkat refleksi, deduksi dan analisis, antara titik tolak suatu maslah dan pemecahannya, dilompati.
-Pengetahuan adalah induktif ketika ia menarik yang universal dari yang individual. Ia adalah deduktif ketika, sebaliknya, ia menarik yang individual dari yang umum atau universal. Pengetahuan adalah kontemplatif ketika ia mempertimbangkan hal-hal dalam dirinya sendiri dan untuk dirinya sendiri. Pengetahuan adalah spekulatif ketika ia mempertibangkan hal-hal dalam ide-ide atau konsep-konsep tentang hal-hal itu.
-Pengetahuan adalah praktis kalau ia mempertimbangkan hal-hal tentang pengunaannya.
-Pengetahuan juga bersifat sinergis apabila ia menggunakan seluruh keadaan dari subjek (yang sedang mengetahui), keseluruhan yang dikoordinasikan dari anggota-anggotanya. Karena kompleksitas pengetahuan maka tidak baik kalau pengetahuan manusia direduksikan kepada salah satu caranya atau menekankan kepada salah satu caranya.
-Pengetahuan bagi subjek secara hakiki berupa bereksistensinya subjek dalam hubungan dengan sebuah objek, sehingga objek itu dengan eksistensi dan kodratnya, menjadi hadir dan nyata pada subjek.
-Pengetahuan adalah kegiatan yang menjadikan suatu realitas itu, bukan hanya kesadaran yang mengerti kehadiran atau keberadaan hubungan antara subjek dan objek saja.

Arti Pengetahuan
Arti pengetahuan adalah suatu kegiatan yang mempengaruhi subjek (yang mengetahui) dalam dirinya. Pengetahuan adalah suatu ketentuan yang memperkaya dan mengembangkan eksistens. Mengetahui merupakan kegiatan yang menjadikan subjek berkomunikasi secara dinamis dengan eksistensi dan kondrat dari “ada” benda-benda. Pengetahuan dapat dikatakan pula relasional, membahas hubungan yang satu dengan sesuatu yang lain. Pengetahuan bias dikatakan pula trans-subjektif, menjadi kegiatan yang membuat orang keluar dari keterbatasan-keterbatasannya.


Andaikan Pengetahuan Dari Segi Subjek

pengetahuan yang mencampai kesempurnaan dikarakterisasikan oleh hal berikut:
Keterbukaan, dapat menjadi sadar akan eksistensi dan kodrat realitas.
Kemampuan menyambut, objek yang dikenal mempengaruhi eksistensi subjek sendiri dan tinggal dalam bentuk gambar, ingatan dan ide.
Interioritas, adanya tempat dalam si pengenal dalam dirinya, semakin banyak interioritas semakin banyak ia bisa ketahui.
Akar asal semua karakter itu adalah dimensi supramaterial (immaterialitas) si pengenal. Immaterialitas yang dinikmati suatu “pengada” merupakan akar dan ukuran dari pengetahuan yang dikuasainya.
2. Dari Segi Objek
Objek menjadi yang dikenal, dengan menyatakan dirinya pada salah satu pihak membuat kesan (atau mempengaruhi) subjek. Suatu realitas bisa mempengaruhi lainnya, hanya sejauh ia distruktur, ditentukan, sejauh ia mempunyai bentuk yang memberikan kepada fisionomi khasnya sehingga dapat dibedakan dari yang lain.


Apakah yang menyebabkan sesuatu menjadi diketahui, ialah bentuk atau esidosnya ataumorphe (Yunani) , species (Ltn), yang berarti aspek dri satu benda dan apa yang dibentuk oleh benda itu dan apa yang memberikan kepadanya dalam keadaan khas.
Bentuk dari suatu benda menunjukkan kepada kita orientasi, tujuan dan arti benda itu. Dari bentunya benda menerima baik “ada” maupun donamisme dari tujuan khas. Akibatnya mengerti bentuk dalam arti eidos (konsep, gagasan) suatu objek adalah juga menangkap orientasi dan signifikasi, adalah mengerti mengapa dan untuk apa dia dibuat.
Filosuf kontemporer : pengetahuan sebagai tangkapan arti atau signifikansi suatu keadaan, daripada tangkapan bentuknya, keduanya bersamaan saling melengakapi.
Watak kodrati pengetahuan manusia yang paling tinggi, yaitu pengetahuan intelektif, maka perlu dilengkapi dengan “manusia mengerti”.

Bukan Intelegensi Manusia
Pengetahuan manusia adalah sekaligus indrawi dan intelektif. Akulah yang berintelegensi dengan melihat dan yang melihat dengan intelegensi. . Pengetahuan inderawi dan pengetahuan intelektif bersifat sinergis, melebihi secara esensial. Dalam intelegensi, indra adalah penting karena keduanya saling mempengaruhi.
Manusia itu mampu mengenal segala hal bagi dan dalam dirinya dan bukan dalam hubungan dengan kebutuhan-kebutuhannya yang pribadi dan langsung. Ia berhasil menerangkan hal-hal itu dengan berbagai macam cara dan cara tak terbatas, mengikat tanda kepada tanda dan uraian kepada uraian lain.
Sifak khas dari pancaindera adalah mencapai langsung kualitas ini atau itu dari objek konkret yang sedang ditunjukkan kepadanya, sedangkan sifat dari intelegensi menangkap kodrat objek dan tetap menyimpanya dalam dirinya sehingga dapat dipertimbangkan objek itu bagi dirinya baik objeknya masih ada atau tidak ada.

Perbedaan intelegensi dengan indera batin lainnya disebut sebagai estimasi dan kogitatif.Menangkap sesuatu objek berguna atau merugikan, bila melihat objek itu dengan menangkap tanpa arti fundamental itulah yang dilakukan oleh binatang dan anak kecil,sedangkan menangkap arti fundamentalnya itulah karakteristik intelegensi manusia dewasa.
Inderawi batin adalah ingatan dan imajinasi (daya membayangkan), namun Pancaindera hanya mengambarkan segi-segi material dan konkret serta divisualisasikan.

Perbedaan radikal antara pengetahuan manusia inderawi dengan hewan dalam fakta structural, mengetahuan inderawi manusia lebih diilhami oleh intelegensi sebagai tujuan.
Binatang hanya mampu menerapkan symbol-simbol itu pada situasi-situasi yang mirip dengan situasi semula. Insight yang dapat dilihat seekor Kera sama sekali tergantung pada situasi di mana muncul masalah. Ilmu yang disebut psikologi binatang berbicara tentang practical intelligence yang berkatnya hewan dapat memecahkan beberapa masalah yang melampaui kemampuan naluruinya. Ia tak sampai pada tingkat intelegensi konseptual.

Apa yang Bukan Seluruh Intelegensi Manusia?
Intelegensi tidak bisa diidentikasikan dengan insight, yang terdiri dari apersepsiatau aprehensi tentang apa yang esensial dalam suatu realitas atau yang perlu dalam gejala. Insight bukanlah merupakan keseluruhan kegiatan intelektual. Semua hal itu harus dibuktikan dan diverifikasikan melalui jalan penalaran atau refleksi.
Intelegensi bukan direduksi dengan kecakapan mengukur dan menghitung, intelegensi dan lawan intuisi, dalam arti suatu partisipasi dengan intim makhluk-makhluk, sesungguhnya intelegensi manusia meliputi integensi dan intuisi. Intelegensi tidak dapatdiidentifikasi secara mutlak dengan kemampuan untuk memulihkan keseimbangannya melalui readaptasi diri dengan kenyataan, sebagai warisan bagi semua makhluk hidup dan dimiliki secara maksimal.


Sifat dan Objek Intelegensi Manusia
Intelligere berasal dari kata “intus” berarti dalam. Legere berarti membaca dan menangkap. Sehingga intellegere berarti “membaca “ dimensi dalam segala hal dan menangkap artinya yang dalam. Insight yaitu mengenal sebagai cirri khas dari intelegensi. Menjadi inteligen sesungguhnya berarti menangkap apa yang fundamental pada jenis yang ini atau macam “ada” yang itu (mesin, makhluk hidup, binatang, manusia), berarti menangkap apa yang esensial dari suatu gejala (dari gerhana, daya sentrifugal, pasang surut), melihat apa yang hakiki dalam kegiatan ini atau itu (menahan, mengurangi, mengalihkan dan membagi).

Menurut Decartes bahwa roh justru memungkin untuk mencapai hakiakt sendiri dari realitas, sedangkan panca indera hanya memberitahukan kepada kita yang apa yang berguna atau apa yang merugikan dari hal-hal tersebut.
Menurut Psikologi kontemporer yang tidak memtentangkan intelegensi dengan pancaindera, tetapi membandingkan intelegensi orang dewasa dengan intelegensi anak, intelegensi orang dewasa dapat dikenal dengan objeknya, sedangkan intelegensi anak bersifat egosentris.
Intelek itu mencapai yang universal sedangkan pncaindera menyangkut hal-hal yang individual (Aristoteles).
Intelegensi manusia dewasa terletak pada objektivitasnya, orang dapat melihat hal-hak yang dalam pada dirinya sendiri. Tapi intelegensi bukan sekedar bersifat objektif. Intelegensi dapat mengenal hal-hal sebagaimana mereka ada dalam diri mereka sendiri, karena ia mencapai mereka secra mendalam.

Intelegensi manusia bersifat objektif, mendalam, terstruktur juga mempunyai objek khas dari intelegensi manusia dewasa yang bersifat tak terbatas.
Objek dari intelegensi ialah “ada” yakni segala sesuatu ada, yang pernah ada dan mungkin akan ada baik berupaka kenyataan maupun khalayan atau hanya dikonsepsi saja.

Badan dan Jiwa

Badan dan Jiwa

     Badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang membentuk pribadi manusia. Manusia tidak disebut sebagai manusia kalau ia tidak memiliki jiwa. Demikian juga ia tidak akan disebut sebagai manusia jikalau jiwa tidak ada untuk menjiwainya, dan sebaliknya jiwapun bukan manusia jikalau tanpa badan. Badan dan jiwa adalah satu kesatuan. Kesatuan keduanya menentukan keutuhan pribadi manusia.

     Pada makhluk hidup, tubuh atau badan adalah bagian fisik materi manusia atau hewan, yang dapat dikontraskan dengan roh, sifat, dan tingkah laku. Tentu saja semua orang mengetahui apa yang dimaksud dengan badan. Jiwa adalah unsur batiniah manusia yang tidak dapat dilihat. Jiwa manusia meliputi beberapa unsur, pikiran, emosi (perasaan) dan kehendak. Dengan pikirannya, manusia dapat berpikir. Dengan perasaannya, manusia dapat mengasihi. Dengan kehendaknya, manusia dapat memilih. Kita berbeda dengan hewan, karena kita adalah makhluk hidup yang memiliki roh. Roh sendiri itu adalah prinsip kehidupan manusia.

     Tetapi, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kita harus paham akan badan dan jiwa? Bagaimana peranan badan dan jiwa dalam membentuk eksistensi manusia? Dua pertanyaan ini yang akan menjadi titik utama diskusi dalam paper ini. Pada paper ini saya akan menjelaskan lima bagian. Bagian pertama berisikan tentang dua aliran yang melihat kedudukan badan dan jiwa secara bertolak belakang, yakni monisme dan dualisme. Bagian kedua berisikan tanggapan sekilas terhadap kedua aliran tersebut. Bagian ketiga adalah saya akan menjelaskan hakikat badan manusia. Pada bagian keempat saya akan menjelaskan hakikat jiwa manusia. Bagian kelima merupakan kesimpulan dari semua teori tentang badan dan jiwa.

     Dalam pembahasan ini akan dijelaskan mengenai badan dan jiwa menggunakan bahasa yang mudah dipahami.

  Aliran-Aliran

A. Monisme
     Monisme adalah aliran filsafat yang menolak pandangan badan dan jiwa merupakan dua unsur yang terpisah. Aliran ini menyatakan bahwa badan dan jiwa merupakan satu substansi. Keduanya merupakan kesatuan yang membentuk kepribadian manusia. Aliran ini memiliki tiga bentuk, yakni materialism, identitas, dan diealisme. Materialsme adalah teori tertua yang membicarakan hubungan badan dan jiwa, yakni menempatkan materi sebagai dasar bagi segala hal yang ada. Materi meruapakan sumber serta keterangan terdalam bagi bereksistensinya segala sesuatu. Segala hal tergantung pada materi. Bagi penganut aliran ini jiwa tidak memiliki eksistensi sendiri, jiwa bersumber dari materi. Dengan pengakuan seperti ini, eksistensi jiwa tidak bersifat ontologism bagi kaum fisikalisme, melainkan bersifat kronologis.
     Teori identitas menekankan sesuatu yang berbeda dengan apa yang dinyatakan oelhe penganut materialism, bahkan mengakui apa yang disangkal oleh materialism, yaitu aktivitas mental. Bagi penganut aliran ini pernyataan mental merupaka identitas manusia. Ini membedakan manusia dengan makhluk lain. Dengan demikian bagi penganut teori identitas, letak perbedaan badan dan jiwa hanya pada arti, bukan pada referensi. Dengan kata lain, badan dan jiwa merupakan dua elemen yang sama.
     Teori idealisme mengatakan bahwa kalau penganut materialisme meletakkan dasar segala hal pada materi, maka kaum idealis meletakkannya pada sesuatu di luar materi. Menurut aliran ini ada hal-hal serta gejala yang tidak dapat diterangkan semata berdasarkan materi, seperti pengalaman, nilai, dan makna. Secara positif dapat dikatakan, pengalaman, nilai, dan makna hanya berarti kalau dihubungkan dengan sesuatu yang immaterial. Dan sesuatu yang immaterial itu adalah jiwa.

B. Dualisme
     Dualisme adalah aliran yang mengajarkan padangan yang bertolak belakang dengan monisme. Aliran ini mengafirmasikan dualitas. Artinya, badan dan jiwa merupakan dua elemen yang berbeda dan terpisah. Dan perbedaan keduanya ada dalam pengertian dan objek. Dualisme pada umumnya memiliki 4 cabang, yakni interaksionisme, okkasionalisme, paralelisme, dan epifenomenalisme.
     Interaksionisme memfoksuskan diri pada hubungan timbal balik antara badan dan jiwa.
     Okkasionalisme adalah aliran yang memasukkan dimensi ilahi dalam membicarakan hubungan badan dan jiwa, yakni hubungan antara peristiwa mental dan peristiwa fisik bisa terjadi hanya karena campur tangan Allah.
     Paralelisme adalah aliran yang mensejajarkan kejadian yang ragawi dan yang rohani. Aliran ini menyatakan bahwa kejadian ragawi terdapat di alam, sedangkan kejadian rohani terdapat dalam jiwa manusia.
     Epifenomenalisme adalah aliran yang melihat adanya hubungan badan dan jiwa dari fungsi syaraf. Aliran ini menyatakan bahwa satu-satunya unsur yang kita dapati untuk menyelidiki proses-proses kejiwaan ialah syaraf kita. Proses kejiwaan seperti kesadaran dilihat sebagai nyala yang berasal dari proses-proses syaraf.

Tanggapan Singkat

     Monisme dan dualisme merupakan pandangan yang bertolak belakang. Monisme meletakkan eksistensi manusia hanya pada satu dimensi, yakni dimensi badan atau dimensi jiwa. Sedangkan dualisme melihat masing-masing sebagai unsur berbeda dan terpisah.

     Tanggapan pertama di berikan kepada monoisme, khususnya materialism. Materialism menempatkan materi sebagai seumber satu-satunya. Segala aktivitas manusia merupakan ungkapan dari materi itu sendiri, bahkan aktivitas jiwa pun. Pandangan ini tentu memiliki kelemahan, karena pandangan ini bertentangan dengan hakikat manusia yang sesungguhnya. Bila kita mengacu pada pandangan Plato, jelaslah bahwa badan dan jiwa memiliki sifat yang berbeda, bahwa badan bersifat sementara, namun jiwa bersifat abadi. Jiwa tidak bisa mati, tetapi badan akan mati. Karena itu tidak mungkin sesuatu yang tidak bisa mati bersumber dari sesuatu yang bisa mati. Karena itu mereduksi jiwa pada materi merupakan kekeliruan. Kelemahan lain dari materialism ialah bahwa aliran ini tidak bisa melihat suatu pengalaman bersifat personal. Seperti, rasa sakit saat terluka. Menurut penganut fisikalisme, rasa sakit itu adalah sesuatu yang berlangsung dalam otak sang penderita yang disebabkan luka. Hal itu merupakan suatu keadaan fisik semata di otsk.

     Terhadap pandangan dualism, khususnya paralelisme, keberatan juga dapat diajukan. Klaim paralelisme bahwa badan dan jiwa merupakan dua hal yang terpisah serta memiliki kegiatan masing-masing yang tidak terkait satu sama lain juga sulit diterima. Kalau pandangan ini benar maka akan muncul berbagai pertanyaan seperti, dapatkah diterima bahwa rasa sakit pada gigi seorang karyawan tidak mempengaruhi semangat kerja? Tentu saja rasa sakit gigi yang dialami seorang karyawan akan memperngaruhi semangat kerjanya.
     Dari contoh di atas jelaslah bahwa gagasan paralelisme yang mensejajarkan aktivitas jasmani dan aktivitas rohani begitu saja tidak masuk akal. Badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang membentuk manusia secara utuh. Manusia adalah badan sekaligus rohani. Manusia adalah objek dengan swig rangkap; yaitu segi fisik dan segi mental. Ia adalah makhluk “dwi-segi”. Keakuan manusia justru terjadi karena keduanya menyatu

Badan Manusia

     Badan merupakan bagian elemen mendasar dalam membentuk pribadi manusia. Badan adalah dimensi manusia yang paling nyata. Namun, apa pengertian badan itu sendiri? Bagaimana badan berperan sebagai wujud dari eksistensi manusia? Di mana letak perbedaan antara badan manusia dengan badan makhluk hidup yang lain?

     Dalam pandangan tradisional, badan hanya dilihat sebagai kumpulan berbagai material yang membentuk suatu makhluk. Mekanisme biologis yang bersifat sebab-akibat menjadi ide utama dalam pendekatan ini. Dalam pandangan ini seluruh mekanisme gerakan badan bersifat mekanistik. B.F. Skinner (1904-1990) termasuk orang yang mengakui pandangan seperti itu. Ia mengidentifikkan seluruh gerakan badan manusia dengan mesin, yang seluruh aktivitasnya terjadi karena adanya hubungan sebab-akibat terssbut.

     Namun pandangan Skinner di ats bersifat deterministic dan tidak memberikan paham yang memadai tentang keutuhan pribadi manusia. Karena itu badan harus dimengerti melebihi dimensi fisik, yaitu seluruh proses yang terjadi di dalamnya. Badan manusai tidak hanya sekedar tubuh yang nyata, dan juga bukan hanya merupakan kumpulan organ-organ tubuh. Badan menyangkut keakuan. Karena itu Gabriel Marcel (1889-1973) sangat tepat ketika mengatakan bahwa, “membicarakan tubuh sama dengan membicarakan diri.”

     Melalui aktivitas badan sesorang memperkenalkan diri pada orang lain, dan demikian sebaliknya. Itu sebabnya, ketika seseorang berjumpa dengan orang lain dalam sebuah pertemuan, ia tidak hanya bertemu dengan orang lain, tetapi bertemu juga dengan dirinya. Ia memang menatap matanya, mendengar suaranya, melihat gerakan tangannya saat bebricara. Tetapi semua aktivitas badani ini tidak bersifat lahiriah belaka, melainkan menyatakan sesuatu mendasar dari orang yang bersangkutan. Dengan demikian kegiatan fisik itu mengungkapkan subjektivitas. Melihat hal ini Martin Buber (1878-1965) beralasan untuk mengatakan bahwa pertemuan antarmanusia merupakan pertemuan Aku-Engkau. Tetapi badan tidak  berfungsi sampai disitu. Badan juga menghadirkan dunia bagi manusia dan sebaliknya. Jadi, melalui badan manusia mengarahkan diri pada dunia dan memanifestasikan diri sendiri terhadap orang lain. Melalui badan manusia mengabdikan miliknya untuk membangun dunia.
     Dari uraian diatas jelaslah bahwa pengertian badan lebih luas daripada sekedar fisik, yakni seluruh proses entitas actual yang membentuk satu kepribadian manusia. Dengan demikian hakikat badan bukan pertama-tama terletak pada dimensi materialnya, melainkan dalam seluruh aktivitas yang terjadi di dalam badan. Semua aktivitas ini merupakan satu kesatuan yang membentuk jati diri manusia.

Jiwa Manusia
     Badan manusia tak memiliki arti apa-apa tanpa jiwa. Juga tidak ada kelakuan manusia kalau ia dilepaskan dari jiwanya. Itu berarti jiwa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perwujudan jati diri manusia sebagai subjek. Bagaimana kita mengerti jiwa? Apa saja kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh jiwa? Bagaimana jiwa dapat membentuk jati diri manusia?
     Dalam pandangan masyarakat tradisional jiwa diyakini sebagai makhluk halus, atau kekuatan halus, bahkan sebagai tubuh yang tidak dapat ditangkap oleh indera. Pengertian ini tidak mengungkapkan eksistensi manusia yang sebenarnya. Konsep seperti inilah yang meletakkan jiwa di luar hakikat manusia. Mari kita meninggalkan pengertian tradisional ini!
     Badan kita pahami sebagai seluruh aktivitas kompleks kegiatan fisik, demikian juga jiwa harus dipahami sebagai kompleksitas kegiatan mental manusia. Jiwa menyadarkan manusia akan siapa dirinya, menentukan perbuatanya dan menyadarkannya akan eksistensinya di tengah dunia. Dengan kata lain bahwa jiwa menjadi penggerak seluruh aktivitas fisik manusia. Intinya, aktivitas fisik tidak bisa berjalan tanpa jiwa.
     Apa sajakah kemampuan yang dimiliki oleh jiwa? James B. Pratt (1875-1944) menunjukkan bahwa ada 4 kemampuan mendasar yang dimiliki oleh jiwa, yaitu:
1. Kemampuan untuk menghasilkan kualitas-kualitas penginderaan. Bahwa kita bisa merasakan manisnya gula, kita bisa merasakan panasnya matahari, kita bisa merasakan kerasnya aspal.
2. Kemampuan menghasilkan makna yang berasal dari penginderaan khusus. Menurut Pratt, ada orang yang memiliki penginderaan khusus, seperti teleapti. Penginderaan khusus itu memampukan seseorang untuk bisa merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain dari kejauhan.
3. Kemampuan memberikan tanggapan terhadap hasil-hasil penginderaan dan makna dengan jalan merasakan, berkehendak atau berusaha. Kalau Anda jalan-jalan lalu melihat orang miskin tertidur di jalan raya, dalam diri Anda pasti ada perasaan kasihan.
4. Kemampuan memberikan tanggapan terhadap proses-proses yang terjadi dalam pikiran demi kebaikan. Dalam diri manusia pasti ada keinginan, tetapi tidak semua keinginan baik. Jiwa menggerakkan untuk meninggalakan keinginan yang tidak baik. Dalam arti ini jiwa memiliki fungsi moral.
   
      Apa yang dikatakan Pratt tentang fungsi moral jiwa sebenarnya tidak jauh dari apa yang dikatakan oleh Santo Agustinus (354-430). Menurut Agustinus, manusia hanya bisa melakukan penilaian terhadap tindakannya karena dorongan dari jiwa. Bahkan eksistensi jiwa justru terungkap pada pengetahuan apa yang baik dan apa yang buruk itu.
     Kehendak merupakan aktivitas jiwa yang membuat manusia mewujudkan keinginannya. Kehendak selalu menyertai empat dorongan hati manusia, yaitu keinginan, ketakutan, dukacita, dan sukacita. Akan tetapi bagi Agustinus, manusia tidak hanya terdiri atas dorongan untuk memenuhi keinginannya, tetapi ia juga memiliki dorongan melakukan sesuatu yang lebih luhur,dorongan itu adalah cinta.
     Dari uraian diatas jelas bahwa jiwa bukanlah makhluk halus, melainkan jiwa itu adalah hidup manusia itu sendiri. Jiwa merupakan penggerak aktivitas manusia. Karena jiwa dapat merasakan sakit dalam tubuhnya, dan dapat menyadari serta menilai perbuatannya. Semua kemampuan jiwa yang diperlihatkan oleh dua tokoh di atas menunjukkan bahwa jiwa memiliki peran vital bagi kehidupan manusia. Tanpa kehadiran jiwa, manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Karena itulah Pratt berkata bahwa, “Jiwa adalah aku. Ia mempunyai cita-cita serta tujuan, mempunyai kehendak, yang menderita, yang berusaha, dan yang mengetahui. Aku bisa tetap bertahan dalam menghadapi perubahan-perubahan dan tetap bersifat unik justru karena jiwa. Ia sadar akan waktunya, mempersatukan masa kini, masa lalu, serta melakukan pencerapan, mengingat, merasakan serta berpikir.”   

Rabu, 24 September 2014

Filsafat Manusia (Pertemuan keenam)



APA ITU FILSAFAT MANUSIA??

Bagian filsafat yang mengupas apa arti manusia atau menyoroti hakikat atau esensi manusia. Memikirkan tentang asal-usul kehidupan manusia (origin of human life), hakikat hidup manusia (the nature of human life), dan realitas eksistensi manusia.
Hasrat untuk tahu siapa dan apakah manusia itu sebenarya. Maka, filsafat manusia menanyakan krusial tentang dirinya sendiri dan secara bertahap memberi jawaban bagi diri sendiri.

Istilah-istilah terkait filsafat manusia :
Dulu = Psikologi filosofis & Psikologi rasional
Sekarang = Filsafat manusia & Antropologi filofis
Mengapa istilah ini lebih tepat? Kebutuhan/tak hanya memperlajari jiwa, tapi tubuh jiwa, roh dan daging.

Manfaat mempelajari filsafat manusia :
Manusia adalah makhluk yang mampu dan wajib (sampai tingkat tertentu) menyelidiki arti yang dalam dari "yang ada"
Manusia bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri = Boleh saja tidak harus tahu segala hal, tapi sekurang-kurangnya harus mengenal dan mengerti diri sendiri secara mendalam agar dapat mengatur diri dalam hidup ini.


Filsafat manusia yaitu
=Bagian filsafat yang mengupas apa arti manusia/menyoroti hakikat atau esensi manusia
=Memikirkan tentang asal-usul kehidupan manusia (origin of human life), hakikat hidup manusia (the nature of human life), dan realitas eksistensi manusia


Istilah terkait dengan filsafat manusia
Dulu:
-Psikologi filosofis
-Psikologi rasional
Sekarang:
-Filsafat manusia
-Antropologi filofis


Filsafat relevan karena:
-Dengan bertanya manusia mewujudkan hakikat kemanusiaannya
-Dengan mendalami manusia, manusia mengenal dirinya lebih baik
-Sebagai konsekuensi no.2 di atas, filsafat manusia mengantar manusia semakin bertanggung jawab terhadap dirinya dan sesama.


  • Metode filsafat manusia
    Yaitu: refleksi, analisa transendental dan sintesa dan ekstensif, intensif dan kritis
  • Objek material: manusia
  • Objek formal: esensi manusia, strukturnya yang fundamental
  • Struktur fundamental bukan fisik melainkan struktur metafisik yakni intisari, struktur dasar, bentuk terpenting manusia, dinamisme primordial manusia yang diketahui melalui daya pikir, bukan penginderaan.


Tak ada zaman, seperti zaman sekarang di mana manusia menjadi pertanyaan bagi dirinya sendiri atau menjadi problematik bagi dirinya. Tak ada pula masa di mana di tengah kemajuan yang pesat mengenai manusia, manusialah paling kurang tahu tentang dirinya dan tentang identitasnya-Max Scheler dan Heidegger


“filsafat mempunyai perhatian terhadap manusia dalam totalitasnya, bukan dalam aspek ini atau itu. setiap ilmu terspesialisasi (antropologi, linguistik, fisiologi, kedokteran, psikologi, sosiologi, ekonomi, ilmu politik), betapapun kerasnya usaha mereka, mereka tetap membatasi totalitas dari individu dengan memandangnya dari segi salah satu fungsi, atau dari dorongan tertentu. Pengetahuan kita tentang manusia terpecah-pecah: kerapkali kita menggantikan keseluruhan dengan salah satu bagian. Kita berusaha menghindari kesalahan itu”- A. Heschel tentang filsafat manusia dalam “Who is man?” Stanford University Press, 1965


Selasa, 23 September 2014

Etika dan Moral

ETIKA DAN MORAL
Halo guys saya kembali lagi nih menulis blog untuk kalian..

Arti :
ETIKA berasal dari bahasa Yunani yaitu “ETHOS” yang memiliki arti kebiasaan. Istilah Moral dan Etika sering diperlakukan sebagai dua istilah yang sinonim.
• Hal-hal yang perlu diperhatikan adanya suatu nuansa dalam konsep dan pengertian moral dan etika :Moral/Moralitas biasanya dikaitkan dengan sIstem nilai tentang bagaimana kita harus hidup secara baik sebagai manusia.
• Sebagai cabang filsafat, Etika sangat menekankan pendekatan yang kritis dalam melihat dan menggumuli nilai dan norma moral tersebut serta permasalahan-permasalahan yang timbul dalam kaitan dengan nilai dan norma-norma itu.
• Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujudnya dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik secara pribadi maupun sebagai kelompok

Dua Macam Etika yang Berkaitan Dengan Nilai dan Norma :
- Etika Deskriptif : Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika Deskriptif berbicara mengenai fakta apa adanya, yaitu mengenai nilai dan pola perilaku manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas konkrit yang membudaya. Ia berbicara mengenai kenyataan penghayatan nilai, tanpa menilai, dalam suatu masyarakat, tentang sikap orang dalam menghadapi hidup ini, dan tentang kondisi-kondisi yang memungkinkan manusia bertindak secara etis.

Arti Moral :
a. Moral Secara Umum
- Moral adalah Norma (biasanya dirumuskan dalam bentuk perintah dan larangan ) untuk menata sikap bathin dan perilaku lahiriah.
- Moral dibagi menjadi dua: Moral filosofis dan moral teologis.
- Moral filosofis didasarkan pada penalaran akal budi dan pengamatan. Misalnya : moral pancasila.
- Moral teologis didasarkan pada wahyu atau kitab suci yang ditafsirkan oleh otoritas intansi agama yang bersangkutan.

b. Tujuan Mempelajari Etika
- Untuk menyamakan persepsi tentang penilaian perbuatan baik dan perbuatan buruk bagi setiap manusia dalam ruang dan waktu tertentu
- Sebagai ilmu, etika bersifat kritis dan metodis.

c. Berdasar Kajian Ilmu :
1. Etika Normatif = Mempelajari secara kritis dan metodis norma-norma yang ada, untuk dapat norma dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka sebagai ilmu, etika bersifat kritis dan metodis.
2.Etika Fenomenologis = Mempelajari secara kritis dan metodis gejala-gejala moral seperti suara hati kesadaran moral, kebebasan, tanggung jawab, norma-norma, dan sebagainya.

Berdasar Jenisnya Etika :
1. Etika Deskriptif; Berusaha meneropong secara kritis dan rasional sikap dan pola prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Domain Etika dalam Ranah Ilmu Pengetahuan :

ETIKA UMUM :

->Berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan.

ETIKA KHUSUS : 
->Merupakan penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang khusus. 

ETIKA KHUSUS dibagi lagi menjadi dua bagian :

• Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.
• Etika sosial, yaitu berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia sebagai anggota umat manusia.

ETIKA PROFESI :
Etika Profesi adalah : Etika sosial yang menyangkut hubungan antar manusia dalam satu lingkup profesi dan masyarakat pengguna profesi tersebut. Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :
Ciri-ciri Etika Profesi :

• Adanya pengetahuan khusus,
Biasanya keahlian dan keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang bertahun-tahun.
• Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi.
Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
• Mengabdi pada kepentingan masyarakat,
Artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.
• Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi.
Setiap profesi akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan sebagainya, maka untukmenjalankan suatu profesi harus terlebih dahulu ada izin khusus.
• Menjadi anggota dari suatu profesi.
Prinsip-prinsip Etika Profesi :

1. Tanggung jawab = Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.
Terhadap dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
2. Keadilan = Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.

3. Otonomi = Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.


KODE ETIK

Arti = Norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. 

Aliran Pemikiran Etika

-Hedonisme (Yunani = hedone: kenikmatan atau yang menyenangkan). Kebaikan manusia menurut kaum hedonis terletak dalam kenikmatan dan kesenangan yang menjadi tujuan hidup manusia.

-Egoisme: kesenangan dan kebaikan diri sendiri menjadi target usaha seseorang dan bukan kebaikan orang lain.

-Utilitarianisme: (Latin: uti, usus sum= menggunakan atau utilis= yang berguna). Ini merupakan bentuk hedonisme yang digeneralisir.

-Deontologisme (Yunani: deon+logos= ilmu tentang kewajiban moral). Adalah etika kewajiban yang didasarkan pada intuisi manusia tentang prinsip-prinsip moral
Tujuan Kode Etik :
1. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Untuk meningkatkan mutu profesi.
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.

Etika merupakan cabang filsafat yang mengenakan refleksi dan metode tugas manusia dalam upaya menggali nilai-nilai moral, atau menerjemahkan pelbagai nilai itu ke dalam norma-norma, lalu menerapkannya pada situasi kehidupan konkret

Berdasarkan kajian ilmu:
- Etika Normatif: mempelajari secara kritis dan metodis norma-norma yang ada, untuk dapat norma dasar yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka sebagai ilmu, etika bersifat kritis dan metodis.
- Etika Fenomenologis: mempelajari secara kritis dan metodis gejala-gejala moral seperti suara hati kesadaran moral, kebebasan, tanggung jawab, norma-norma, dsb.

- Tujuan belajar etika yaitu:
= Untuk menyamakan persepsi tentang penilaian perbuatan baik dan perbuatan buruk bagi setiap manusia dalam ruang dan waktu tertentu
Sebagai ilmu, etika bersifat kritis dan metodis.
Sistematika etika
De Vos (1987)
ETIKA:
-Etika Deskriptif
1. Sejarah Kesusilaan
2. Fenomenologi Kesusilaan
-Etika Normatif
K. Bertens (1993):
ETIKA:
-Etika Deskriptif
-Etika Normatif
1. Etika Umum
2. Etika Khusus
-Metaetika
Etika Deskriptif
= Dalam etika deskriptif, etika membahas apa yang dipandangnya.Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas.
Etika deskriptif mempelajari moralitas yang terdapat pada individu dan kebudayaan atau subkultur tertentu, atau dalam suatu periode sejarah.

Fenomenologi Kesusilaan
Fenomenologi = fenomenon + logos
Fenomenon = sesuatu yang tampak, yang terlihat karena bercahaya (sering disebut
gejala)
Logos = uraian, percakapan
Fenomenologi: Uraian atau percakapan tentang fenomenon atau sesuatu yang sedang menampakkan diri, atau sesuatu yang sedang menggejala.

1. Etika normatif

Etika normatif tidak lagi berbicara tentang gejala-gejala, tetapi tentang apa yang seharusnya dilakukan. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan.

Etika normatif berbicara mengenai pelbagai norma yang menuntun tingkah laku manusia. Etika normatif memberikan penilaian dan himbauan kepada manusia untuk bertindak sebagaimana seharusnya berdasarkan norma-norma.

Metaeika = Meta (Yunani) = “melebihi”, “melampaui”, “setelah”, “di luar”, “tentang”.(metabahasa = bahasa yang dipakai dalam berbicara tentang bahasa).
Istilah metabahasa diciptakan untuk menunjukkan bahwa yang dibahas bukanlah moralitas secara langsung, melainkan ucapan-ucapan di bidang moralitas.
2. Etika umum -> mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang beraku bagi segenap tindakan manusia
3. Etika khusus -> mempertanyakan prinsip-prinsip dasar yang beraku bagi segenap tindakan manusia
Perbedaan Etika dan Moral
= Ada sedikit perbedaan dalam penggunaannya sehari-hari: moral/moralitas digunakan untuk perbuatan yang sedang dinilai; etika digunakan untuk pengkajian sistem nilai-nilai yang ada.

Perbedaan etika dan etiket
-Etiket menyangkut “cara” suatu perbuatan harus dilakukan. Etika tidak terbatas pada cara dilakukannya suatu perbuatan; etika memberi norma tentang “perbuatan itu sendiri”.
-Etiket bersifat relatif; etika jauh lebih bersifat absolut

Perbedaan Etika dan Hukum
-Hukum lebih dikodifikasi daripada etika; etika tidak dikodifikasi.
-Hukum membatasi diri pada tingkah laku lahiriah saja; etika menyangkut juga sikap batin seseorang.
-Sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dengan sanksi yang berkaitan dengan etika (sanksi hukum bisa dipaksakan, etika tidak bisa dipaksakan).
-Hukum didasarkan pada kehendak masyarakat dan akhirnya atas kehendak negara; etika melebihi para individu dan masyarakat.
-Jika hukum memberikan putusan hukumnya perbuatan, etika memberikan penilaian baik buruknya.
-Etika ditujukan kepada manusia sebagai individu; hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial.

Perbedaan Etika dan Agama
-Etika sebagai cabang filsafat bertitik tolak pada akal pikiran, bukan agama. Etika mendasarkan diri hanya pada argumentasi rasional. Agama bertitik tolak dari wahyu Tuhan melalui Kitab Suci

Kesesatan (Fallacia) & Silogisme (Pertemuan kelima)

KESESATAN
Definisi = Kesalahan pemikiran dalam logika, bukan kesalahan fakta, tetapi kesalahan atas kesimpulan karena penalaran yang tidak sehat. 
Kesalahan fakta: P residen AS Barack Obama lahir di Indonesia. Ahmad lahir dengan bintang gemini, maka hidupnya penuh dengan persoalan. 
Kesalahan Penalaran -> Klasifikasi = Kesesatan formal dan Kesesatan informal.
  • Kesesatan formal : pelanggaran terhadap kaidah logika. 
  • Kesesatan informal : menyangkut kesesatan dalam bahasa.
1. Amfiboli = Kesesatan karena struktur kalimat bercabang. Misalnya : Anto Anak Bu Lasma yang hilang ingatan lari dari rumah.
2. Aksen / Prosodi = Kesesatan karena penekanan yang salah dalam pembicaraan. Misalnya : Ada aturan "Anda tidak boleh ganggu anak tetangga", Nah Pak Budi bukan tetangga anda. Maka anda boleh menganggu. 
3. Kesesatan bentuk pembicaraan = Sesat krn org menyimpulkan kesamaan konstruksi juga berlaku bagi yang lain. Misalnya :  Berpakaian artinya memakai pakaian. Bersepeda artinya memakai sepeda. Maka, beristeri artinya memakai isteri.

4. Aksiden: Yang aksidental dikacaukan dg hal yang hakiki. Misalnya :  Sawo matang adalah warna. Org Indonesia itu sawo matang. Maka, Org Indonesia itu adalah warna. 
5. Kesesatan krn alasan yg salah: Konklusi ditarik dr premis yg tak relevan.
 
Kesesatan Presumsi

Generalisasi tergesa-gesa: Orang Padang pandai memasak.
1. Non sequitur (belum tentu) = Memang saya tidak lulus karena beberapa hari yang lalu saya berdebat denga dosen tersebut.
2. Analogi palsu = Membuat isteri bahagia seperti membuat hewan piaraan bahagia dengan membelai kepalanya dan memberi banyak makan.
3. Penalaran melingkar (Petitio Principii) =  Manusia merdeka krn ia bertanggungjawab dan ia bertanggungjawab krn ia merdeka.
4. Deduksi cacat = Barangsiapa sering memberi sumbangan, maka dia pasti org baik. Andi pasti orang baik.
5. Pikiran simplistik = Karena ia tidak beragama, maka ia pasti tidak bermoral.

Menghindari Persoalan
Ø  Argumentum ad hominem :  Jangan percaya omongannya krn ia bekas narapidana.
Ø  Argumentum ad populum :  Anda lihat banyak ketidakadilan dan korupsi, maka Partai Nasdem adalah partai masa depan kita

Ø  Argumentum ad misericordiam :  Seorang terdakwa meminta keringanan hukuman karena mengaku punya banyak tanggungan. 

Ø  Argumentum ad baculum :  Karena beda pendapat, suka meneror orang lain.

Ø  Argumentum ad auctoritatem :  Mengutip pendapat Freud mengenai psikoanalisa.

Ø  Argumentum ad ignorantiam :  Bila tidak bisa dibuktikan bahwa Tuhan itu ada, maka Tuhan tidak ada.

Ø  Argumen utk keuntungan seseorang :  Seorang pengusaha berjanji mau membiayai kuliah, bila mahasiswi mau dijadikan isteri.

Ø  Non causa pro causa :  Orang sakit perut setelah menghapus sms berantai, maka dia menganggap itu sebagai penyebabnya.

Kesesatan Retoris
a)      Eufemisme/disfemisme : Pembangkang yang dianggap benar disebut reformator. Bila tidak disenangai maka disebut anggota pemberontak.

b)      Penjelasan retorik: Dia tidak lulus karena tidak teliti mengerjakan  soal.

c)       Stereotipe : Orang Jawa penyabar. Orang Batak suka menyanyi.

d)      Innuendo : Saya tidak mengatakan makanan tidak enak, tapi mau mengatakan lukisan itu bagus.

e)      Loading question : Apakah Anda masih tetap merokok?

f)       Weaseler : Tiga dari empat dokter menyarankan bahwa minum itu memperlancar pencernaan.

g)      Downplay : Jangan anggap serius omongannya karena dia hanya buruh bangunan.

h)      Lelucon/sindiran

i)        Hiperbola : membesarbesarkan.

j)        Pengandaian bukti : studi menunjukkan.

k)      Dilema semu : Tamu yg menolak kopi, langsung disuguhi sirup.

SILOGISME


Silogisme = suatu simpulan dimana dari dua putusan (premis2) disimpulkan suatu putusan yg baru. Prinsip: bila premis benar, maka simpulannya benar.
Dua macam silogisme: Silogisme Kategoris dan Silogisme Hipotetis.

SILOGISME KATEGORIS
Arti : silogisme yg premis dan simpulannya adalah putusan kategoris (pernyataan tanpa syarat).
Contoh: M – P  Perbuatan jahat itu haram.
             S – M Menghina itu adalah perbuatan jahat.
             S – P  Maka, menghina itu haram.
 = Bila penalaran baik, silogisme memperlihatkan alasan dan dasarnya.
       Silogisme kategoris tunggal : Mempunyai dua premis, terdiri atas 3 term S, P, M.
       Bentuk-bentuk silogisme kategoris tunggal:
-          M adalah S dalam premis mayor dan P dalam permis minor. Aturan : Premis minor harus sebagai penegasan, sedang premis mayor bersifat umum.
Misalnya :  M – P Setiap manusia dpt mati (mayor) 
                  S – M Aristoteles adalah manusia (minor) 
                  S – P Jadi, Aristoteles dpt mati (simpulan)
-          M jadi P dalam premis mayor dan minor. Aturan :  Salah satu premis harus negatif. Premis mayor bersifat umum.
Misalnya : P – M Lingkaran adalah bentuk bundar (mayor)
    S – M Segitiga bukan bentuk bundar (minor)
    S – P Segitiga bukan lingkaran (simpulan)
-          M menjadi S dalam premis mayor dan minor. Aturan : Premis minor harus berupa penegasan  dan simpulannya bersifat partikular.
Misalnya : M-P Mahasiswa itu org dg tugas belajar (Mayor)
                M-S Ada mahasiswa yg org bodoh (minor)
                S-P Jadi, sebagian org bodoh itu org dg tugas belajar (Simpulan)

-          M adalah P dlm premis mayor dan S dlm premis minor. Aturan: premis minor hrs berupa penegasan, sedangkan  Simpulan bersifat partikular.

Misalnya : P – M Influenza itu penyakit (mayor)
                            M- S Semua penyakit mengganggu kesehatan (minor)
                            S-P  Jadi, sebagian yg mengganggu kesehatan itu influenza (simpulan)

SILOGISME  KATEGORIS MAJEMUK
       Arti : bentuk silogisme yang premis-premisnya sangat lengkap, lebih dari tiga premis. Jenis-jenisnya:

a. Epicherema: silogisme yg salah satu/kedua premisnya disertai alasan.
Contoh : Semua arloji bermutu adalah arloji mahal, krn sukar pembuatannya.
                Arloji Mido itu adalah arloji baik, krn selalu tepat dan awet.
                 Jadi, arloji Mido adalah arloji mahal.

b. Enthymema : Silogisme yang dalam penalarannya tidak mengemukakan semua premis secara eksplisit. Salah satu premis/simpulannya dilampaui, disebut juga silogisme yang disingkat. Misalnya: Jiwa manusia adalah rohani. Jadi, tidak akan mati (versi singkat).
Contoh : Versi lengkap: Yg rohani itu tdk akan dpt mati.
              Jiwa manusia adalah rohani.
              Maka, jiwa manusia tdk akan dpt mati.

c. Polisilogisme: Deretan silogisme dimana simpulan silogisme yang satu menjadi premis untuk silogisme yang lainnya.
Contoh : Seseorg yg menginginkan lebih dr yg dimiliki, merasa tdk puas. Seorang yang rakus adalah seseorg yg menginginkan lebih dr yg dimiliki. Jadi, seorg yg rakus merasa tdk puas.
Seorg yg kikir merasa tdk puas. Budi adalah seorg yg kikir.
Jadi, Budi merasa tidak puas.
d. Sorites : Silogisme yang premisnya lebih dari dua. Putusan-putusan itu dihubungkan satu sama lain sedemikian, sehingga predikat dari putusan yang satu jadi subjek putusan berikutnya.
Orang yg tidak mengendalikan keinginannya, menginginkan seribu satu barang.
Org yg menginginkan seribu satu barang, banyak sekali kebutuhannya. Org yg banyak sekali kebutuhannya, tdk tenteram hatinya. Jadi org yg tdk mengendalikan keinginannya, tdk tenteram hatinnya.
 
Hukum Silogisme Kategoris (tentang isi dan luas S dan P)

A. Silogisme tidak boleh mengandung lebih dari tiga term (S, M, P). Kurang dari tiga berarti tidak ada silogisme. Lebih dari tiga term artinya tidak ada perbandingan. Ketiga term tetap sama artinya. Dalam silogisme S dan P disatukan oleh perbandingan masing2 dengan M.

B. M tidak boleh masuk dalam kesimpulan, karena M berfungsi mengadakan perbandingan dengan term-term.

C. Term S dan P dalam simpulan tidak boleh lebih luas dari premis-premisnya. Jika S dan P dalam premis partikular, maka dalam simpulan tidak boleh universal. Bila dilanggar akan terjadi latius hos (menarik simpulan yang terlalu luas). Misalnya: Semua lingkaran bulat. Nah, semua lingkaran itu gambar. Maka, Semua gambar itu bulat. (Simpulan salah, mengapa? Bagaimana yang benar?)